Obat generik adalah obat yang diproduksi dengan mengopi formula obat
paten atau obat originator. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa obat
generik memiliki persamaan dengan obat paten dalam hal zat aktifnya (zat
utama dalam obat), dosis, indikasi (khasiatnya) dan bentuk sediaan
(tablet, kapsul, sirop, dan sebagainya). Jadi dapat dipastikan khasiat
obat generik akan semujarab obat patennya bila diberikan dengan cara
yang sama.
Nah, obat generik ada yang dijual tanpa merek sebagai
obat generik berlogo (OGB) ataupun obat generik bermerek. Tidak ada
perbedaan antara obat generik berlogo dengan obat generik bermerek.
Perbedaannya hanya pada kemasan dan harga. OGB umumnya diberi logo
lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di tengah
lingkaran. Namanya biasanya diambil dari zat aktifnya.
Sedangkan
obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerek adalah obat
yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
Obat generik
bermerek memiliki harga yang lebih mahal sedikit dibanding OGB. Namun
harganya tetap tidak semahal obat paten. Secara umum harga obat generik
berkisar 80-85 persen lebih rendah dibandingkan obat paten. Bahkan
pemerintah Indonesia telah menetapkan harga obat generik rata-rata 1/20
dari harga obat paten atau obat originator.
Mengapa harga obat generik lebih murah dibandingkan
obat paten? Sebab untuk memproduksi obat generik tidak diperlukan lagi
riset penemuan dan pengembangan obat yang sangat mahal biayanya. Selain
itu obat generik hanya memerlukan riset formulasi agar kadarnya dalam
darah atau disolusinya sebanding dengan obat originatornya.
Obat
generik pun dijual dalam kemasan besar, sehingga tidak diperlukan biaya
pengemasan. Obat ini pun tidak diiklankan atau dipromosikan sehingga
tiadak membutuhkan biaya promosi atau iklan. Dengan begitu, harga obat
benar-benar ditekan. Inilah yang menyebabkan harga obat generik jauh
lebih murah.
Obat generik adalah obat
yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua
perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat
generik, yaitu
A.Obat generik bermerek dagang dan
B. Obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Contoh dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama: amoxicillin.
A.Obat generik bermerek dagang dan
B. Obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Contoh dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama: amoxicillin.
Berdasarkan pengertian zat aktif dan mutu dalam obat generik yaitu :dijelaskan dibawah ini |
1.Zat aktif
Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat) , antara obat generik
(baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten.
Namun Obat generik lebih murah dibanding obat yang dipatenkan.
2.Mutu
Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan
bakunya sama. Ibarat sebuah baju, fungsi dasarnya untuk melindungi tubuh
dari sengatan matahari dan udara dingin. Hanya saja, modelnya beraneka
ragam. Begitu pula dengan obat. Generik kemasannya dibuat biasa, karena
yang terpenting bisa melindungi produk yang ada di dalamnya. Namun, yang
bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna.
Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal.
Dari kajian diatas bahwa obat generik yang beredar saat ini adalah obat generik berlogo semua kajian tentang OBAT GENERIK BERLOGO saya ulas dibawah ini :
Dari kajian diatas bahwa obat generik yang beredar saat ini adalah obat generik berlogo semua kajian tentang OBAT GENERIK BERLOGO saya ulas dibawah ini :
Obat Generik Berlogo
Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan program Pemerintah Indonesia
yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi
masyarakat, yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta
ketersediaan obat yang cukup.
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang
terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu
sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh
Pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerek lain adalah OGB ini tidak
ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan mudah
didapatkan masyarakat.
Awalnya, OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi BUMN.
Ketika OGB pertama kali diluncurkan, Departemen Kesehatan RI gencar
melakukan sosialisasi OGB sampai ke desa-desa. Saat ini program
sosialisasi ini masih berjalan walaupun tidak segencar seperti pada awal
kelahiran OGB. Pada awalnya, produk OGB ini diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan obat institusi kesehatan pemerintah dan kemudian berkembang ke
sektor swasta karena adanya permintaan dari masyarakat.
OGB mudah dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih
dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut
menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan
sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat.
Aturan peredaran obat generik mewajibkan pabrik obat yang memproduksi untuk versi generik dari obat yang disetujui harus menunjukkan bahwa produk mereka adalah sama kualitasnya dengan obat merek asli dalam hal :
A.BAHAN AKTIF
B.KEKUATAN
C.KETERSEDIAAN
D.RUTE PEMBERIAN
Selain itu, perusahaan harus menunjukkan bahwa bentuk generik diserap dan didistribusikan ke bagian tubuh di mana ia memiliki efek pada tingkat yang dapat diterima setaraf dan setara dengan obat nama bermerek ( branding drug ). Dan semua obat-baru atau generik, dalam uji klinis atau disetujui, jenis resep atau over-the-counter ( OTC ) -harus diproduksi dalam kondisi terkontrol yang menjamin kualitas produk. ( di Indonesia dikategorikan dalam pabrik obat yang telah melalui sertifikat CPOB "cara pembuatan obat yang baik " yang menhasilkan OGB " obat generik berlogo " )
dari hal tersebut diatas maka saya yakin ( dan saya harap para pembaca juga yakin ) bahwa produk obat generik ( obat generik berlogo ) yang telah melalui proses persetujuan dapat digunakan dengan penuh harapan bahwa konsumen akan menerima manfaat yang sama dari generik seperti yang mereka lakukan dari setara dan setaraf dengan obat bermerek ( branding drugs )
A.BAHAN AKTIF
B.KEKUATAN
C.KETERSEDIAAN
D.RUTE PEMBERIAN
Selain itu, perusahaan harus menunjukkan bahwa bentuk generik diserap dan didistribusikan ke bagian tubuh di mana ia memiliki efek pada tingkat yang dapat diterima setaraf dan setara dengan obat nama bermerek ( branding drug ). Dan semua obat-baru atau generik, dalam uji klinis atau disetujui, jenis resep atau over-the-counter ( OTC ) -harus diproduksi dalam kondisi terkontrol yang menjamin kualitas produk. ( di Indonesia dikategorikan dalam pabrik obat yang telah melalui sertifikat CPOB "cara pembuatan obat yang baik " yang menhasilkan OGB " obat generik berlogo " )
dari hal tersebut diatas maka saya yakin ( dan saya harap para pembaca juga yakin ) bahwa produk obat generik ( obat generik berlogo ) yang telah melalui proses persetujuan dapat digunakan dengan penuh harapan bahwa konsumen akan menerima manfaat yang sama dari generik seperti yang mereka lakukan dari setara dan setaraf dengan obat bermerek ( branding drugs )
Sampai saat
ini masih ada saja sebagian orang yang meragukan kualitas obat generik.
Tulisan saya dibawah ini akan menjawab keraguan tehadap obat generik tersebut agar
keraguan tersebut sudah seharusnya tidak ada lagi.
Menurut ketentuan
perundang-undangan RI, obat paten yang sudah habis masa berlakunya
dinyatakan sebagai obat generik. Jadi hanya ada dan dikenal obat paten
dan obat generik. Obat generik biasanya menggunakan tata nama resmi
kimia dari Farmakope. Dapat pula industri farmasi mendaftarkan obat
generik dengan nama dagang (UU No 14, tahun 2001) tentang merek, dan
ini dikenal sebagai branded generic (generik dengan nama dagang), jadi sebenarnya tetap merupakan obat generik, hanya diberi merek.
Untuk
obat paten yang baru habis masa patennya, ada ketentuan untuk melakukan
pengujian ekivalensi generik obat tersebut dengan obat paten sejenis,
sehingga khasiat obat generik tersebut dapat terjamin ekivalen dengan
obat paten yang sudah habis perlindungan patennya.
Ketentuan di Amerika
Kalau dinegara Amerika Serikat, diatur dalam Undang Undang Drug Price Competition and Patent Term Restoration Act
1984, bahwa FDA (Badan POM Amerika) baru akan menyetujui obat generik
ekivalen tersebut diedarkan dan digunakan, jika setelah terbukti
ekivalen dengan obat paten yang habis masa edarnya.
Dengan mengantisipasi habisnya masa berlaku paten suatu obat, industri yang berminat dapat memasarkan produk obat yang ekivalen melalui cara, mengajukan permohonan "Abbreviated New Drug Application" (ANDA). Aplikasi ini mensyaratkan daftar kandungan komponen yang terdapat dalam sediaan dan bukti data bioekivalensi; biasanya dari studi pada sukarelawan normal sehat dengan cara membandingkan kadar obat dalam serum dan farmakokinetika dengan produk asli (brand name),
tapi tidak mengharuskan untuk melakukan bermacam uji klinik lengkap
untuk membandingkan produk. Pada tahun 1988 lebih dari 8000 produk
generik; telah disetujui FDA untuk dipasarkan di Amerika Serikat.
Jadi sebelum dapat dibuktikan bahwa suatu obat generik adalah bio-ekivalen dengan produk yang masih berada dalam perlindungan paten, obat generik tersebut tidak akan diizinkan beredar.
Tak Perlu Ragu Peraturan dan ketentuan tentang uji dan pembuktian ekivalensi (kesetaraan) di Amerika itu juga berlaku di Indonesia. Oleh karena itu semua pihak -baik dokter ataupun masyarakat- tidak perlu meragukan kualitas dari obat generik yang sudah dibuktikan ekivalen tersebut.
Hal inilah yang
agaknya memacu keluarnya ketetapan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan
bahwa obat generik dengan nama dagang, harganya tidak boleh melebihi 3
kali harga obat generik, karena kedua kelompok ini sebenarnya obat
generik.
Indonesia
sudah merdeka hampir 64 tahun, cukup banyak rakyat Indonesia yang
belum sejahtera dan terjangkau oleh obat. Oleh sebab itu obat generik
adalah alternatif obat di samping obat herbal untuk pengobatan
rakyat.
Bicara
obat tentu berbicara mengenai industri farmasi, kita semua harus
lebih bertenggang rasa, serta mau memperhatikan kepentingan rakyat.
Industri farmasi adalah aset nasional yang penting untuk penyediaan
obat, dari segi penyediaan lapangan kerja, ekonomi dan ekspor. Jadi
industri farmasi harus dibantu dan dibina agar dapat berkembang secara
global dan memberi kontribusi dalam kesehatan masyarakat, disamping
perbaikan gizi, hidup higienis dan pendidikan yang baik dan ekonomi.
Para dokter, industri farmasi, dan masyarakat harus menyadari bahwa
pemerintah dan DPR kita berhak dan berwenang untuk membuat semacam "generic act" di Indonesia ( seperti yang berlaku di negara FILIPINA.
Ringkasnya
jangan ragukan obat generik, karena sebelum obat paten menjadi obat
generik minimal sudah beredar selama lebih dari 10 tahun, di mana
masalah kinerja obat sudah teruji dan data tersedia sudah cukup lengkap
dan memadai, terutama tentang khasiat dan keamanannya. Semoga rakyat
Indonesia dapat hidup lebih sehat dan lebih baik melalui penggunaan obat
generik.
Nah di bawah ini kita secara khusus akan bahas tentang Obat Generik dan Obat
Paten. Dinamika pembahasan obat tak pernah ada habisnya, terlebih ketika
membicarakan harga obat nan mahal di Indonesia. Untuk menanggulangi
persoalan mahalnya harga obat, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan
kewajiban penggunaan Obat Generik bagi institusi layanan medis
Pemerintah, melalui Permenkes No:HK.02.02/Menkes/068/I/2010,
yang merupakan aturan baru dari peraturan sebelumnya, agar harga obat
dapat terjangkau, murah, mudah didapat dan kualitasnya sama dengan obat
paten ataupun obat bermerek. Adapun harga obat generik terbaru,
sebanyak 453 item, ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
(Kepmenkes) No. HK.0301/Menkes/146/I/2010, tertanggal 27 Januari 2010.
Pertanyaan dari masyarakat yang sering
terlontar terkait dengan obat generik, diantaranya:
~Apa beda obat generik dan obat paten ?
~Mengapa obat generik lebih murah ?
~Apakah kualitas obat generik tidak kalah dengan obat paten?
~Apakah kualitas obat paten pasti lebih bagus dibanding obat generik ?
~Apa beda obat generik dan obat paten ?
~Mengapa obat generik lebih murah ?
~Apakah kualitas obat generik tidak kalah dengan obat paten?
~Apakah kualitas obat paten pasti lebih bagus dibanding obat generik ?
PENGERTIAN :
Untuk memudahkan perbedaan penamaan obat, terkait generik dan paten, definisi singkatnya adalah sebagai berikut:
OBAT GENERIK:
Adalah nama obat yang sama dengan zat aktif
berkhasiat yang dikandungnya, sesuai nama resmi International Non
Propietary Names yang telah di tetapkan dalam Farmakope Indonesia.
Contohnya: Parasetamol, Antalgin, Asam Mefenamat, Amoksisilin,
Cefadroxyl, Loratadine, Ketoconazole, Acyclovir, dan lain-lain.
Obat-obat tersebut sama persis antara nama yang tertera di kemasan
dengan kandungan zat aktifnya.
OBAT PATEN:
Adalah hak paten yang diberikan kepada
industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset.
Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk memproduksi dan
memasarkannya, setelah melalui berbagaii tahapan uji klinis sesuai
aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah
diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan
nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten
selama masih dalam masa hak paten.
Berdasarkan UU No 14 tahun 2001,
tentang Paten, masa hak paten berlaku 20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan
bisa juga 10 tahun (pasal 9). Contoh yang cukup populer adalah Norvask. Kandungan Norvask ( aslinya Norvasc) adalah amlodipine besylate,
untuk obat antihipertensi.
Contoh Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine. Bisa dibayangkan, produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal. Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain (termasuk berbagai bentuk upeti kepada pihak-pihak terkait), semuanya dibebankan kepada pasien.
Contoh Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine. Bisa dibayangkan, produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal. Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain (termasuk berbagai bentuk upeti kepada pihak-pihak terkait), semuanya dibebankan kepada pasien.
Setelah masa hak paten berakhir, barulah
industri farmasi lain boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine dengan
berbagai merek. Amlodipine adalah nama generik dan merek-merek yang
beredar dengan berbagai nama adalah obat generik bermerek.
Bukan lagi obat paten, masa hak paten sudah berakhir.
OBAT GENERIK BERMEREK:
Adalah obat generik tertentu yang diberi
nama atau merek dagang sesuai kehendak produsen obat. Biasanya salah
satu suku katanya mencerminkan nama produsennya. Contoh: natrium
diklofenak (nama generik). Di pasaran memiliki berbagai nama merek
dagang, misalnya: Voltaren, Voltadex, Klotaren, Voren, Divoltar, dan
lain-lain.
Nah, jelaslah bahwa obat genrik bermerek
yang selama ini dianggap obat paten sebenarnya adalah obat generik yang
diberi merek dagang oleh masing-masing produsen obat. Dan jelas pula
bahwa pengertian paten adalah hak paten, bukan ampuh hanya karena mahal dan kemasannya menarik.
PERBANDINGAN
Dari sekilas penjelasan di atas, nampaklah bahwa khasiat zat aktif antara obat generik dan obat generik bermerek
adalah sama sejauh kualitas bahan dasarnya sama. Contoh: misalnya saja
penjenengan punya pabrik obat bernama cakmoki farma, yang memproduksi
Natriun diklofenak dalam 2 produk.
Yang satu obat generik, namanya otomatis Natrium diklofenak dengan nama produsen cakmoki farma. Adapun produk obat generik bermerek menggunakan nama yang dipertimbangkan agar mudah laku di pasaran, misalnya saja mokivoltar. Otomatis kualitas khasiat kedua obat Natrium diklofenak yang diproduksi cakmoki farma sama saja, soalnya membeli bahan dasar dari tempat yang sama dengan kualitas yang sama pula. Bedanya hanya pada nama, kemasan dan tentunya harga. Yang satu Natrium diklofenak generik dengan harga yang sudah ditetapkan sesuai peraturan dan satunya mokivoltar dengan harga lebih mahal, sesuai pangsa pasar dan segala lika-likunya.
Yang satu obat generik, namanya otomatis Natrium diklofenak dengan nama produsen cakmoki farma. Adapun produk obat generik bermerek menggunakan nama yang dipertimbangkan agar mudah laku di pasaran, misalnya saja mokivoltar. Otomatis kualitas khasiat kedua obat Natrium diklofenak yang diproduksi cakmoki farma sama saja, soalnya membeli bahan dasar dari tempat yang sama dengan kualitas yang sama pula. Bedanya hanya pada nama, kemasan dan tentunya harga. Yang satu Natrium diklofenak generik dengan harga yang sudah ditetapkan sesuai peraturan dan satunya mokivoltar dengan harga lebih mahal, sesuai pangsa pasar dan segala lika-likunya.
Mengapa harga obat generik jauh lebih murah ketimbang obat generik bermerek
?
Sebagaimana contoh penjelasan di atas, Natrium diklofenak 50 mg, para produsen obat yang memproduksinya menggunakan nama generik yang sama, yakni Natrium diklofenak dengan label generik. Tanpa promosi, tanpa upeti dan tanpa biaya-biaya non produksi lainnya. Harganya sudah ditetapkan, yakni HNA (Harga Netto Apotek) plus PPN = Rp 10.884,- berisi 50 tablet dan HET (Harga Eceran Tertinggi) = Rp 13.605,- sebagaimana diatur Kepmenkes No.HK.03.01/Menkes/146/I/2010. Artinya, harga per tablet Natrium diklofenak 50 mg gak akan lebih dari Rp 272,- per tablet, siapapun produsennya. Tidak bisa diotak-atik lagi.
Itu sebabnya harga obat generik jauh lebih murah ketimbang obat generik bermerek.
Sebagaimana contoh penjelasan di atas, Natrium diklofenak 50 mg, para produsen obat yang memproduksinya menggunakan nama generik yang sama, yakni Natrium diklofenak dengan label generik. Tanpa promosi, tanpa upeti dan tanpa biaya-biaya non produksi lainnya. Harganya sudah ditetapkan, yakni HNA (Harga Netto Apotek) plus PPN = Rp 10.884,- berisi 50 tablet dan HET (Harga Eceran Tertinggi) = Rp 13.605,- sebagaimana diatur Kepmenkes No.HK.03.01/Menkes/146/I/2010. Artinya, harga per tablet Natrium diklofenak 50 mg gak akan lebih dari Rp 272,- per tablet, siapapun produsennya. Tidak bisa diotak-atik lagi.
Itu sebabnya harga obat generik jauh lebih murah ketimbang obat generik bermerek.
Masih banyak pertanyaan serta opini seputar obat generik dan obat bermerek, terutama terkait kualitas dan harganya.
Market size Obat Generik Berlogo (OGB) di Indonesia, semakin besar
dan meluas secara dinamis.
Hal ini didukung kebijakan pemerintah dalam penggunaan obat generik, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia HK.02.02/MenKes/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Kebijakan lain yang mengatur tentang obat generik adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.03.01/MenKes/159/1/2010 tentang pedoman pembiayaan dan pengawasan penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.03.01/MenKes/146/1/ 2010 tentang harga obat generik.
Hal ini didukung kebijakan pemerintah dalam penggunaan obat generik, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia HK.02.02/MenKes/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Kebijakan lain yang mengatur tentang obat generik adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.03.01/MenKes/159/1/2010 tentang pedoman pembiayaan dan pengawasan penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.03.01/MenKes/146/1/ 2010 tentang harga obat generik.
Selain Surat Keputusan Menteri Kesehatan mengenai kewajiban
penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah, keputusan
direksi rumah sakit juga berperan dalam penggunaan obat generik di rumah
sakit tersebut dalam hal pemberian informasi yang benar dan tanpa henti dan berkelanjutan .
"Selama ini beberapa golongan masyarakat masih memandang remeh obat generik. Padahal, obat generik sama ampuhnya dengan obat bermerek."
Menurutnya, hal yang harus dilakukan sebagai dokter adalah:
A.Memberikan pengetahuan dan edukasi terhadap pasien, mengenai apa itu obat generik dan apa itu obat paten. Dengan demikian, masyarakat menjadi yakin akan manfaat obat generik. Yang terpenting, dalam pembuatan obat adalah zat aktif yang dimililki obat tersebut. Antara obat generik berlogo dengan obat paten, sama kandungan zat aktifnya.
B.Harus memberikan penjelasan terhadap mutu dari obat generik
"Selama ini beberapa golongan masyarakat masih memandang remeh obat generik. Padahal, obat generik sama ampuhnya dengan obat bermerek."
Menurutnya, hal yang harus dilakukan sebagai dokter adalah:
A.Memberikan pengetahuan dan edukasi terhadap pasien, mengenai apa itu obat generik dan apa itu obat paten. Dengan demikian, masyarakat menjadi yakin akan manfaat obat generik. Yang terpenting, dalam pembuatan obat adalah zat aktif yang dimililki obat tersebut. Antara obat generik berlogo dengan obat paten, sama kandungan zat aktifnya.
B.Harus memberikan penjelasan terhadap mutu dari obat generik
"Jika melihat dari sisi mutu, obat generik tidak berbeda dengan obat
paten. Bahan baku yang digunakan sama, yang membedakan hanya
kemasannya," kata dr. Priyanti. "Kemasan obat paten umumnya lebih mewah
dan lebih menarik. ini yang kemudian menjadikan harga obat menjadi
mahal," tambahnya. Obat paten maupun generik, keduanya melalui proses
pembuatan obat dengan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik. Tentunya
sebelum dipasarkan, obat generik telah melalui uji bioavailabilitas dan
bioekivalensi terlebih dulu.
Dari kesimpulan diatas bahwa harus lah kita bersama sama harus memberikan penyuluhan baik di media massa ,media cetak baik visual maupun non visual untuk memberikan arahan tentang dalam hal :
Manfaat Obat Generik – Bagi sebagian besar masyarakat, terkena sakit ibarat jatuh tertimpa
tangga. Selain harus menderita sakit, mereka masih harus menanggung
biaya pengobatan dan membeli obat yang harganya seringkali tidak
terjangkau. Tak jarang, masyarakat yang tadinya mampu secara finansial
jatuh miskin lantaran sakit yang dideritanya membutuhkan biaya obat
tinggi.
Tingginya biaya obat menjadi permasalahan
di semua negara di dunia. Hampir semua negara memberlakukan kebijakan
penggunaan obat generik untuk menekan biaya obat, termasuk di Indonesia.
Sejak 1989, pemerintah telah menggulirkan kebijakan Obat Generik
Berlogo agar masyarakat mendapatkan obat yang bermutu, aman, dan efektif
dengan harga yang terjangkau dan tercukupi jenis maupun jumlahnya.
Dinamakan Obat Generik Berlogo atau OGB karena obat ini berciri logo lingkaran hijau bergaris putih dengan tulisan “GENERIK” di bagian tengahnya.
Obat ini diproduksi beberapa pabrik berbeda, terutama BUMN. Namun,
namanya tetap sama, yaitu sesuai dengan nama kandungan zat aktif yang
berkhasiat obat.
Namun demikian, sesungguhnya yang
dimaksud obat generik ialah obat yang telah habis masa patennya. Obat
yang masih berada dalam masa paten disebut obat paten atau obat
originator. Obat paten hanya diproduksi oleh pabrik yang memiliki hak
paten. Umumnya dijual dengan harga yang sangat tinggi, karena tidak ada
kompetisi. Hal ini biasanya untuk menutupi biaya penelitian dan
pengembangan obat tersebut, serta biaya promosi yang tidak sedikit.
Setelah habis masa patennya, obat
tersebut dapat diproduksi semua industri farmasi. Setiap pabrik memberi
nama sendiri sebagai merek dagang. Obat ini di Indonesia dikenal dengan
nama obat generik bermerek atau branded generik.
Tidak berbeda
Sampai saat ini, masyarakat masih sering
keliru menyebut obat generik bermerek sebagai obat paten. Padahal, jenis
obat paten yang beredar kurang dari 10 persen. Selebihnya merupakan
obat generik, baik dengan merek dagang maupun dengan nama kandungan zat
aktifnya (lebih sering disebut sebagai obat generik saja).
Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan
dalam hal mutu, khasiat, dan keamanan antara obat generik dengan obat
bermerek, maupun obat paten dengan kandungan zat aktif yang sama.
Pasalnya, produksi obat generik juga menerapkan Cara Produksi Obat yang
Baik, seperti halnya obat bermerek maupun obat paten. Selain itu, untuk
zat aktif tertentu, pemerintah mempersyaratkan uji bioavailabilitas dan
bioekuivalensi obat generik untuk menyetarakan khasiatnya dengan obat
originatornya.
Obat generik harganya jauh lebih murah
dari originatornya karena tidak ada biaya penelitian dan pengembangan,
studi-studi klinis maupun promosi yang menyebabkan harga obat paten
sangat tinggi.
Masyarakat maupun tenaga kesehatan tidak
perlu meragukan mutu obat generik, karena harganya yang murah. Anggapan
bahwa obat generik adalah obat orang miskin tidaklah benar.
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah wajib menuliskan resep obat generik bagi semua pasien sesuai
indikasi medis. Fasilitas pelayanan kesehatan pun wajib menyediakan obat
generik, sehingga obat generik dijamin ketersediaannya dalam jumlah dan
jenis yang cukup.
Selain itu, pemerintah juga menyusun
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang menjadi acuan bagi semua
fasilitas pelayanan kesehatan. Obat esensial merupakan obat terpilih
yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, sehingga obat esensial
generik harus tersedia. Dalam DOEN, dipilih obat-obat yang telah
terbukti khasiat dan keamanannya hingga saat ini dengan harga yang
terjangkau.
Perlu Edukasi
Harga sebagian obat generik belakangan
memang mengalami sedikit kenaikan. Namun, harganya masih tetap jauh
lebih rendah dibandingkan harga obat generik bermerek maupun paten
dengan kandungan zat aktif yang sama, sehingga obat generik merupakan
pilihan terbaik untuk mendapatkan obat yang efektif dengan harga yang
sesuai dan efisien.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang
menganggap obat generik sebagai obat kelas dua dan cenderung meragukan
kualitasnya. Masyarakat atau pasien cenderung tidak bertanya mengenai
obat yang diresepkan, di samping kurangnya informasi dari tenaga
kesehatan baik dokter penulis resep maupun tenaga kefarmasian di apotik.
Padahal, jika masyarakat mengenal dengan
baik mengenai manfaat dan kelebihan obat generik, maka masyarakat
sendiri yang diuntungkan karena memperoleh obat bermutu dengan harga
terjangkau.
Untuk itu, baik dokter maupun tenaga
kefarmasian hendaknya melakukan edukasi dan memberikan informasi yang
lengkap dan dibutuhkan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat sebagai
penerima manfaat dapat menyejahterakan dirinya dengan memperoleh
kesehatan yang berkualitas namun terjangkau.